Tahapan menuju pernikahan
Islam hanya mengajarkan bentuk-bentuk curahan kasih sayang dan cinta itu setelah melalui satu proses sakral yakni pernikahan.
Adapun beberapa tahapan yang perlu dilewati, antara lain :
1. Ta’aruf (Perkenlan) 3. Nikah
2. Khitbah (lamaran) 4. Walimah
Ta’aruf (perkenalan).
Yang penting dari ta’aruf adalah saling mengenal antara kedua belah pihak, saling memberitahu keadaan keluarga masing-masing, saling memberi tahu harapan dan prinsip hidup, saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai, dan seterusnya. Kaidah-kaidah yang perlu dijaga dalam proses ini intinya adalah saling menghormati apa yang disampaikan lawan bicara, mengikuti aturan pergaulan Islami, tak berkhalwat, tak mengumbar pandangan dan tidak bertammatuk (menikmati).
Bila belum berani bertatap muka langsung (yang tentunya ditemani oleh mahramnya ^-^), anda bisa memilih alternatif berikut..
Yaitu dengan mencari tahu kepribadian calon pasangan dengan meminta teman kita ( pria-wanita ) untuk mengorek informasi dari orang-orang terdekatnya.
Informasi apa yang kira-kira perlu kita ketahui ? Coba Titipkan pertanyaan ringan berikut..
Agama: “Adakah amalan sunnah yang sudah jadi kebiasaan?” karena mereka yang mampu merawat amalan sunnah, sudah hampir dipastikan amalan wajibnya tidak terbengkalai.
Akhlak: “Bagaimana perhatiannya dengan keluarganya?” karena dia yang sangat perhatian dengan keluarga sudah barang tentu besoknya keluarga akan jadi perhatian utama. “Apakah emosinya stabil?” Karena kalau emotionalnya stable, bagus dia sudah mulai masuk area kedewasaan yang matang. Pancing orangnya dengan membeberkan atau menanyakan salah satu kejelekan orang . Kalo tidak berminat berarti aman.
Pemikiran: Menyatukan visi itu sangat penting sehingga tau mau dibawa kemana keluarga ini? Atau pendidikan semacam apa yang diberikan kepada anak. Visi bisa ditanyakan langsung, “apa visimu wahai calon teman setiaku?”. Untuk ngecek apakah ngegombal atau gak, cek melalui teman dengan pertanyaan, “Bahasan apa yang sering diperbincangkan? Agama? Pendidikan? Hiburan?”. Kalo pengen yang sama-sama berjuang dalam berdakwah pilih yang mengutamakan bahasan agama. Tambahan, kalo pengen yang cerdas selidiki sekritis apa dia menilai sesuatu.
Sosok calon: Foto tidak menjamin sama dengan kualitas fisiknya. Baiknya ketemu langsung atau kalo cari aman (dari penyakit hati), lihat dari kejauhan bagaimana sebenarnya fisiknya. Kalo anaknya berjilbab gak mungkin donk minta dibuka gitu, tanya ke temen deketnya apakah ada yang minus? misal ada yang tidak normal atau punya penyakit kulit?.
Pola pengelolaan keuangan: “Bagaimana model belanjanya? Membeli tanpa pikir panjang? atau Sering ngutang?”
Dalam tahap ini anda dan dia bisa saling mengukur diri apakah cocok satu sama lain atau tidak. Masing-masing pihak masih harus sama-sama membuka options/kemungkinan batal atau jadi. Maka umumnya dilakukan tanpa terlebih dahulu melibatkan orangtua agar tidak menimbulkan kesan ‘harga jadi’ dan tidak ada lagi proses tawar menawar, sehingga jika pun gagal/batal tidak ada konsekuensi apa-apa. Karena jika sudah sampai menemui orangtua berarti secara samar maupun terang-terangan seorang pria sudah menunjukkan niat untuk memperistri si wanita. Yang perlu di ingat, seringkali pasangan-pasangan itu terjebak dalam aktifitas pacaran yang terbungkus sampul ta’aruf.
Apa namanya bukan pacaran kalau ada rutinitas kunjungan yang melegitimasi silaturahmi dengan embel-embel ‘ingin lebih kenal’.
Khitbah (lamaran)
Khitbah adalah jalan pembuka menuju pernikahan. Boleh dibilang, khitbah merupakan jenjang yang memisahkan antara pemberitahuan persetujuan seorang gadis yang sedang dipinang oleh seorang pemuda dan pernikahannya. Keduanya sepakat untuk menikah. Tapi, ini hanya sekadar janji untuk menikah yang tidak mengandung akad nikah.
Batasan Khitbah :
1. Khitbah biasanya, peminangan seorang pria kepada wanita (tentunya kepada wali wanita tersebut). seorang wanita juga bisa meminta kepada pria untuk dinikiahi.
2. Khitbah bukan menghalalkan segalanya Khitbah bukanlah syarat sahnya nikah ,akad nikah tanpa khitbah tetap sah, akan tetapi khitbah suatu wasilah untuk menuju ke jenjang pernikahan yang di perbolehkan .
3. Jangan berlama dalam masa khitbah Meski tidak ada nash khusus tentang batas waktu masa khitbah, tapi dianjurkan menikah dan khitbah tidak terlalu lama. Untuk menghindarkan fitnah dan berbagai potensi terjadinya kerusakan. Sesudah khitbah (permohonan menikah) disetujui, sebaiknya keluarga kedua pihak bermusyawarah mengenai kapan dan bagaimana walimah dilangsungkan.
“Dan sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, haram pula hukumnya”
4. Haram meminang pinangan saudaranya diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma menuturkan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sebagian kalian membeli apa yang dibeli saudaranya, dan tidak boleh pula seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau peminang mengizinkan kepadanya”
Boleh hukumnya mengkhitbah lewat SMS, karena ini termasuk mengkhitbah lewat tulisan (kitabah) yang secara syar’i sama dengan khitbah lewat ucapan. Kaidah fikih menyatakan : al-kitabah ka al-khithab (tulisan itu kedudukannya sama dengan ucapan/lisan). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 2/860). Kaidah itu berarti bahwa suatu pernyataan, akad, perjanjian, dan semisalnya, yang berbentuk tulisan (kitabah) kekuatan hukumnya sama dengan apa yang diucapkan dengan lisan (khithab).
Yang perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa jadi, bisa juga batal. Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami, tidak menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang sempat diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli harus ada prinsip kedua belah pihak ridho. Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan jika kedua pihak ridho, jika salah satu membatalkan proses tawar menawar maka pernikahan tak akan jadi. Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan), harus ada alasan yang kuat untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah yang sudah matang. Sebab Islam melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan. Jadi jika ada yang ragu (dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya membatalkan sebelum terlanjur.
Nikah Tidak ada satu nash pun baik dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah yang menetapkan batasan waktu antara khitbah dan nikah. Baik tempo minimal maupun maksimal. (Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah, hal. 77). Dengan demikian, boleh saja jarak waktu antara khitbah dan nikah hanya beberapa saat, katakanlah beberapa menit saja. Boleh pula jarak waktunya sampai hitungan bulan atau tahun. Semuanya dibolehkan, selama jarak waktu tersebut disepakati pihak laki-laki dan perempuan. Satu hari bisa jadi sudah deadline bagi pria-wanita yang sudah sedemikian menggebunya hingga khawatir terjerumus kepada dosa zina. Namun jika bisa merasa ‘aman’ dengan menunda beberapa waktu tidak masalah.
Adapun pernikahan para aktivis dakwah memang selalu unik, banyak kisah dan ibroh yang kita dapatkan. Hal ini saya kutip dari http://anugerah.hendra.or.id Beliau mengatakan bahwa hal ini selalu banyak diperbincangkan oleh masyarakat awam. Dari mulai hijab dan pemisahan tempat duduk para tamu undangan, nasyid yang disajikan, sampai disembunyikannya pengantin perempuan. Hal-hal seperti itu kadang membikin banyak pertanyaan besar di pandangan masyarakat awam, bahkan ada yang sampai menuduh sebagai Islam Jamaah, Islam fundamentalis, Aliran baru dan lain sebagainya. Sampai akhirnya ada juga Ikhwah yang kreatif dengan menuliskan pesan singkat di Kartu Undangan Walimah untuk mengantisipasi hal ini.
Mungkin di Kartu Undangan Resepsi yang umum sering kita temui tulisan sebagai berikut :
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, alangkah baiknya jika tali asih atau cinderamata yang akan diberikan tidak dalam bentuk barang.”
Maka di Kartu Undangan Walimah ala Ikhwan dibuat sedikit perubahan untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti berikut :
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, Resepsi Pernikahan ini akan dilaksanakan sesuai Adab Islam dengan pemisahan tempat duduk antara tamu pria dan wanita.”